“Engineer” Bukanlah Kuli


Ir. Rony Ardiansyah, MT.

Pengamat Perkotaan/Dosen Magister Teknik sipil UIR

            Apakah kita sebagai seorang “engineer”, tidak merasa sangat-sangat tersinggung dan direndahkan dengan kutipan ucapan apa yang pernah terlontar dari mulut seorang konglomerat dan seorang pemilik alat berat: “sebenarnya kalian engineer sama saja dengan kuli, hanya bedanya kalian adalah kuli pintar yang tidak bisa berbisnis. Ir. Gouw mengajak kita, sejenak melepaskan professional pride kita selaku engineer, dan melihat bagaimana banyak dari antara kita bersikap saling membanting harga, dan untuk men-justify tindakan itu, kita berkata : “Habis bagaimana lagi? Sistemnya sudah begitu ? Kalau kita tidak mau ada orang lain yang mau!” atau membuat kartel? Melanggar etika bisnis menetukan harga ? Percuma akan dilanggar sendiri”

            Terasa sekali ada hal yang sangat kurang disini? Apa yang kurang? kasarnya, seperti kata sang konglomerat tadi: Engineer tidak bisa berbisnis ! Halusnya, seperti kutipan ucapan dari kalangan agen asuransi jiwa (profesi yang sering dianggap pes). Kita harus belajar: How to sell ourself (with pride and honor)? Yah, Bagaimana kita menjual diri kita ? (maaf, jangan disalah artikan menjual diri sendiri seperti pelacur). Intinya, adalah bagaimana kita memposisikan diri dalam menjual jasa kita, dengan kebanggaan dan secara terhormat. Bandingkan, mengapa seorang dokter menetapkan harga tanpa ditawar? Apakakah karena berhubungan dengan jiwa manusia, sehingga pasien tidak berani menawar?. Apakah seorang engineer dalam merancang struktur bangunan tidak berhubungan dengan jiwa manusia? bahkan kuat tidak kuatnya bangunan, secara tidak langsung berhubungan dengan lebih banyak jiwa manusia.

Setelah membaca literature yang ditulis oleh; Ir. Gouw, Tjie-Liong M.Eng di majalah Konstruksi yang membahas Etika Profesi. Disana dibahas bagaimana kata-kata, yang dalam bahasa Inggris itu ditulis “ETHICS”, Diuraikan huruf per huruf menjadi jabaran kode etik profesi yang sangat menarik dan yang bisa mengangkat harkat profesi kita. Dibawah ini penulis menyajikan bahasan tersebut yang disesuaikan dengan profesi engineering yang kita geluti bersama ini ;

E = Excellence (keunggulan). Selaku professional, seorang engineer, harus bersikap terus menerus memperbaiki pengetahuannya, selalu mencari solusi yang terbaik. Tidak boleh bergantung pada code of practice secara membuta. Engineer tidak boleh bersikap pasif, melainkan harus pro-aktif untuk beradabtasi dengan era globalisasi yang serba cepat ini. Engineer yang tidak selalu proaktif memperbaharui diri dengan pengetahuan dan teknologi baru, akan tertinggal zaman.

            Dalam era globalisasi ini, hanya bermodalkan disiplin pengetahuan engineering itu sendiri tidak cukup, seorang engineer perlu melengkapi dirinya dengan pengetahuan dasar akan ilmu-ilmu social, ekonomi, keuangan, humas, dan lain-lain, yang terkait dengan pekerjaannya. Pengetahuan dan keahlian mana diperlukan untuk secara efektif mengkomunikasikan proses engineer . Untuk menganalisa, untuk berfikir secara lateral (dalam keterkaitan dengan bidang diluar engineering) dan vertical (dalam bidang engineering secara mendalam), mensintesa, memformulasikan permasalahan, dan menyelesaikannya.

T = Trustworthy (Terpercaya). Pengetahuan engineer merupakan pengetahuan yang sangat khusus, tidak banyak orang yang menguasai disiplin ilmu ini. Karenanya seorang engineer harus mempunyai kebanggaan diri dalam merefleksikan kepercayaan. Setiap kata dan tindakan dalam menjalankan profesi-nya harus dapat diandalkan. Seorang engineer wajib memberikan dan menetapkan solusi yang terbaik yang diketahuinya. Sesama engineer harus juga saling menghormati, saling dipercaya, Serta tidak saling menjatuhkan satu sama lain.

H = Honesty (Kejujuran). Agar dapat dipercaya seorang engineer harus jujur terhadap profesinya, terhadap dirinya sendiri, terhadap sesame engineer dan terhadap client-nya.

            Diperlukan sikap lapang lada dalam menerima saran dan kritik dari sesame engineer demi kemajuan bersama. Jujur dalam mengemukakan keuntungan dan kerugian alternative-alternatif solusi yang diberukannya.

            Kejujuran merupakan pangkal dari perilaku etika. Kejujuran berarti mengatakan sesuatu apa adanya. Kejujuran berarti selalu menjaga untuk tidak membohongi orang lain, baik secara sengaja maupun dengan sikap diam. Kejujuran juga bearti bersikap adil, menerima dan memberi apa yang menjadi hak orang lain. Menerima kewajiban dan menolak hal-hal yang tidak merupakan hak dan yang berada diluar otoritasnya.

            Menerima dan mengerjakan tugas yang memang bisa dikerjakan, dan tidak mengerjakan tugas yang berada diluar bidang keahliannya. Walaupun sering kita ditempatkan dalam kesulitan untuk bersikap jujur sejujur-jujurnya, namun bila kita selaku engineer dapat menjaga dan memelihara sikap jujur tersebut, maka pada akhirnya akan menangkat nilai sang engineer dan profesi engineering itu sendiri.

            I = Integrity (Integritas). Engineer selayaknya menjunjung tinggi integritas pribadi dan bidang keahliannya dengan berlaku tegas dan tegar terutama sekali dalam menegakkan dan menerapkan pengetahuannya. Keputusan seyogianya diambil dengan juga  mempertimbangkan dampak lingkungan dan tidak semata-mata demi kepentingan pribadi dan/atau pemberi tugas. Berani menegakkan integritasnya dengan jalan mengedepankan kepentingan umum dan menolak segala bentuk insentif dan paksaan yang bisa mengakibatkan kerusakan lingkungan.

            Integritas berarti tidak saja bersikap jujur, tapi juga tahan untuk tidak bersikap korup. Engineer dengan integritas tinggi dan berkata benar, sekalipun hal itu berakibatkan kehilangan proyek. Tentunya cobaan untuk bersikap seperti itu sangatlah besar, semakin besar nilai proyek semakin sulit mengambil sikap dengan integritas tinggi. Menolak terlibat dalam proyek yang nyata-nyata diketahui berdampak negative namun bernilai besar, merupakan cobaan yang sangat besar terhadap integritas sang engineer . Namun itulah essensi dari nilai integritas.

C = Caring (Perduli). Setiap buah karya Engineer seyogyanya juga dilandasi dengan pemikiran yang berdasarkan keperdulian terhadap lingkungan dan masyarakat. Berusaha agar dampak negative terhadap lingkungan dan masyarakat sekecil mungkin. Dan sebaliknya, agar karyanya itu berdampak positif terhadap kehidupan. Disinilah letak keanggunan dari karya sang engineer.

            Ini berarti bersikap perduli. Bekerja tidak hanya bermotifkan kepentingan pribadi dan kepentingan pemberi tugas, tetapi juga mempertimbangkan kepentingan masyarakat luas  dan lingkungan. Perduli terhadap kepentingan rekan-rekan seprofesi. Sikap mempertimbangkan kepentingan rekan seporfesi pada akhirnya akan membawa dampak positif terhadap profesi engineering itu sendiri. Abraham Lincoln mengatakan orang yang membiarkan kesalahan berlalu dihadapannya, sama salahnya dengan orangn yang membuat kesalahan.

S = Selflessness (Tidak Egois). Tidak bersikap egois, tidak mengedepankan kepentingan pribadi. Tidak bersikap seperti economic animal yang menilai semua dari sudut kepentingan ekonomi semata.

Untuk membedakan engineer dengan kuli adalah ETHICS. Enam huruf ETHICS yang dijabarkan sebagai akronim dari enam kata : Excellence, Ttrustworty,Honesty, Integrity, Caring, dan selflessness itu saling kait mengait, merupakan suatu kesatuan kode etik prilaku yang tidak mudah dijalankan. Ada ungkapan dalam agama Islam : “Semuanya tergantung/ditentukan dari niatnya”. Mungkin ini sejalan dengan pengertian Human Attitude (etikat kegiatan seseorang), cara dan tujuan yang baik menentukan.***