Cacopolis, Kota yang Mengerikan


Ir. Rony Ardiansyah, MT, IPU.

Pengamat Perkotaan/Dosen Magister Teknik Sipil UIR

      Neraka ternyata lebih menarik untuk dibicarakan daripada surga. Begitu kesimpulan yang ditarik oleh Prof. Kevin Lynch dari hasil penelitian terhadap anak-anak muda di Cambrige, Massachusetts, Amerika Serikat. Mereka terbengong kebingungan, ketika diminta menggambarkan kota atau dunia ideal yang didambakan, tetapi sangat bergairah dan imaginatif, takkala  disuruh berkisah tentang lingkungan paling jelek yang bisa mereka bayangkan.

Cocopolis, seperti yang digambarkan oleh Prof. Eko Budihardjo dalam bukunya Kota Berwawasan Lingkungan, sebagai sebuah kota yang mengerikan dan kacau balau diceritakan dengan sangat rinci udara yang panas berdebu, suara yang bsing memekakkan telinga, lalu lintas kendaraan yang macet, perumahan yang berlebihan kepadatannya, listrik padam, jaringan jalan sembraut bagaikan bakmi, sampah menggunung, selokan tersumbat, air minum tercemar, dan lain-lain. Daftarnya sangat panjang tanpa ada akhirnya.

Sekelompok tim perancang yang menamakan dirinya ‘Super Studio’, bahkan nekat melukiskan secara visual fantasi tentang cacopolis di masa depan, dalam bentuk kota yang geometrik kaku, terkotak-kotak, tak ada peluang komunikasi sosial, tumbuh tanpa batas dan setiap kegiatan manusia diatur secara eksternal di luar dirinya. Bangunan-bangunan peninggalan kuno yang diakrabi penduduk, terkikis habis. Sentuhan estetis dikerdilkan oleh perhitungan ekonomi dan bisnis. Manusianya kehilangan lacak dan orientasi, bagaikan orang hilang ingatan.

Ringkas kata, penduduk kota tidak lagi bisa menentukan sendiri apa yang ingin dilakukannya. Semua itun disebutnya sebagai ‘nightmares of the future.

Saya sangat khawatir, mimpi jelek seperti tersebut di atas akan terjadi juga (atau sudah terjadi?) di kota raya dan kota besar di Indonesia, barangkali juga di Kota Pekanbaru.***